SA'ID IBNUL MUSAYYIB

SA'ID IBNUL MUSAYYIB
Imam besar zaman Tabi'in

Beliau adalah seorang imam besar, ulama kota Madinah, penghulu para tabi'in. Beliau menikah dengan putri Abu Hurairah. Setelah itu jadilah ia orang yang paling memahami hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang bersumber dari Abu Hurairah.

Nasabnya
Beliau adalah Sa'id ibnul Musayyib bin Hazan bin Abi Wahb bin Amru bin 'Aid bin Imran bin Makhzum bin Yaqzhah al-Qurasyi al-Makhzumiy, berkun-yah Abu Muhammad.

Pertumbuhannya
Lahir dua tahun setelah Umar bin Khattab dinobatkan sebagai Khalifah kaum Muslimin, sementara Umar bin al-Khattab menjadi khalifah selama 10 tahun 4 bulan. Sebagian penulis sejarah menyebutnya lahir pada 4 tahun setelah kekhalifahan Umar bin Khattab.
Beliau banyak belajar ilmu din dari para sahabat, seperti Umar ibnul Khattab, Ali bin Abi Thalib, Sa'ad, Utsman bin Affan, Aisyah, Ummu Syuraik, Abu Musa, Ibnu Umar, Abu Hurairah, Ibnu Abbas, Abdullah bin Amru, al-Musayyib bapaknya, Abu Sa'id, Shafwan bin Umayah, Mu’awiyah, Ummu Salamah, Jabir, Zaid bin Tsabit, Suraqah bin Malik, Shuhaib dan yang lainnya. Beliau juga meriwayatkan secara mursal hadits dari Abu Bakar, Bilal, Ubai bin Ka'ab, Sa'ad bin Ubadah, Abu Darda, dan 'Itab bin Usaid.
Di antara hadits beliau yang tergolong bersanad hadits ali (hadits yang jumlah perawinya dari sahabat sampai penulis hadits sedikit) adalah hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, yaitu hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi bersabda, “Tiga perkara, barangsiapa  terdapat padanya maka dia orang munafik, meskipun puasa, Sholat, dan menyangka dirinya muslim. Yaitu orang yang apabila berkata berbohong, apabila berjanji mengingkari, dan jika dipercaya berkianat.”
Imam Ahmad bin Hanbal menuturkan, bahwa hadits mursal yang diriwayatkan oleh Sa'id ibnul Musayyib adalah termasuk sahih.
Ali ibnul Madini menuturkan, “Tidaklah saya mengetahui orang yang paling luas ilmunya dari Ibnul Musayyib, dan dia adalah orang yang paling mulia dikalangan para tabi'in.”
Imam Malik menuturkan bahwa Sa'id Ibnul Musayyib berkata, “Apabila aku tidak mengetahui suatu hadits, sementara di tempat lain ada yang mengetahuinya, tentulah aku akan berjalan beberapa hari dan malam untuk mencari satu hadits tersebut.”
Muhammad bin Hilal menuturkan bahwa dia melihat Said ibnul Musayyib memakai imamah berwarna putih dengan mengenakan kopyah. Imamahnya bergaris warna merah yang dipanjangkan ke belakang; tidak pernah melihat dia memakai pakaian selain warna putih. Dalam riwayat lain disebutkan, beliau memakai imamah berwarna hitam, memakai sarung dan 2 khuff (kaos kaki dari kulit).

Sebagai Mufti
Usamah bin Zaid menceritakan dari Nafi', dia menceritakan bahwa Ibnu Umar memberikan komentar tatkala disebutkan tentang Sai'd ibnul Musayyib, “Dia termasuk salah seorang mufti.”
Qatadah, Mak-hul, al-Zuhri dan yang lainnya berkata, “Tidaklah saya melihat orang yang lebih alim dari Sa'id ibnul Musayyib.”
Qudamah bin Musa menuturkan, “Ibnul Musayyib berfatwa sementara banyak sahabat yang masih hidup.”
Muhammad bin Yahya bin Hibban menuturkan, bahwa Sa'id ibnul Musayyib adalah orang yang dikedepankan fatwanya pada zamannya, dijuluki sebagai faqihul fuqaha' (faqihnya para ahli fikih).
Malik menuturkan bahwa Khalifah Umar bin Abdul Aziz tidaklah memutuskan suatu perkara hingga bertanya terlebih dahulu kepada Sa'id ibnul Musayyib. Pernah Umar mengutus seseorang untuk bertanya tentang suatu perkara, tetapi utusan tersebut justru mengundangnya; Sa'id ibnul Musayyib pun datang menemui Umar, lantas Umar berkata, “Utusanku telah keliru, sebenarnya aku mengutusnya untuk bertanya kepadamu di majelismu.”
Abu Bakar bin Dawud  menuturkan, bahwa putri Sa'id Ibnul Musayyib dilamar oleh Abdul Malik untuk putranya al-Walid, akan tetapi Sa'id enggan menerimanya,  hingga Said terus didesak bahkan dihukum dengan 100 cambukan pada hari yang dingin, disiram dengan air dan dipakaikan jubah dari kulit.
Ali bin Zaid menceritakan dari Said ibnul Musayyib, bahwasanya Said bekata, “Tidaklah setan berputus asa dari sesuatu perkara melainkan dia akan datang dari arah kaum perempuan.” Kemudian Said berkata –waktu itu beliau telah berusia 84 tahun dan telah buta sebelah matanya– “Tidak ada sesuatu yang lebih aku takutkan daripada kaum perempuan.”
Ibnu Marhalah menceritakan bahwa Said ibnul Musayyib berkata, “Janganlah kalian mengatakan 'mushaihih'  (mush-haf al-Quran yang mungil) dan jangan pula 'musaijid' (masjid yang mungil/kecil); karena sesuatu yang menjadi milik Allah itu adalah agung, mulia, dan bagus.
Yahya bin Said mendengar Said Ibnul Musayyib berkata, “Tidak ada kebaikan bagi orang yang tidak mau mengumpulkan hartanya dengan cara yang halal, lalu memberikan sebagian darinya sebagai hak hartanya dan menahan diri dari meminta-minta kepada manusia.” Katanya lagi, “Barangsiapa merasa cukup dengan Allah maka manusia akan membutuhkannya.”
Ibnu Harmalah menuturkan, bahwa Said Ibnul Musayyib mengeluhkan tentang pandangan matanya. Kemudian teman-temannya menyarankan, “Kalaulah Anda mau keluar ke daerah al-'Aqiq lalu melihat pemandangan yang hijau, hal itu bisa meringankan penyakitmu!' Ibnul Musayyib menimpali, 'Lalu bagaimana dengan waktu Sholat Isya' dan Sholat Shubuh!?'”
Dawud bin Abi Hindun menceritakan dari Said ibnul Musayyib, bahwasanya dia senang memberikan nama pada anak-anaknya dengan nama-nama para nabi.
wafatnya
Abdurrahman bin Harmalah menuturkan, “Aku menjenguk Said Ibnul Musayyib ketika sakitnya sedang parah, pada waktu itu beliau sedang melaksanakan Sholat Zhuhur, lalu beliau Sholat dengan berisyarat, saya mendengar baliau membaca  Wasy syamsi wa dhuhaha …."
Abdurrahman bin al-Harits al-Makhzumi menuturkan, “Said mengalami sakit yang parah, lalu pada waktu itu datanglah Nafi' bin Jubair menjenguknya, pada waktu itu Sa'id masih pingsan, lalu Nafi'berkata kepada kerabat atau tetangganya yang hadir, hadapkan dia (ke arah kiblat), lalu mereka pun menghadapkannya kearah kiblat, kemudian beliau siuman, lalu Said bertanya, 'Siapakah yang telah memerintahkan kalian menghadapkan aku ke arah kiblat? Apakah Nafi'? Mereka menjawab, 'ya.' Lalu Sa'id berkata, 'Kalaulah aku bukan berada di atas qiblah dan milah (yang lurus), demi Allah, tidak akan bermanfaat penghadapan kalian (ke arah kiblat) dari tempat tidurku.'”
Yahya bin Sa'id menuturkan, tatkala Sa'id mengalami sakaratul maut, dia masih meninggalkan uang beberapa dinar, lalu dia berdoa, “Ya Allah! Sesungguhnya Engkau tahu bahwa tidaklah aku meninggalkan dinar-dinar ini melainkan agar aku bisa menjaga keluargaku dan agamaku.”
Abdul Halim bin Abi Farwah menuturkan, “Saya menyaksikan hari wafatnya Sa'id ibnul Musayyib yaitu pada tahun 94 Hijrah, sungguh saya melihat kuburannya diperciki air, dan tahun itu dikenal dengan sebutan tahun fuqaha' dikarenakan banyaknya orang-orang yang faqih yang meninggal pada tahun itu.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar