Jiwa Ibu Di Hati Anak

JIWA IBU DI HATI ANAK

Masih kita ingat ucapan Asma binti Abu Bakar kepada putranya, Abdullah bin al-Zubair. Saat ia meminta izin kepada sang ibu untuk berperang melawan penyerangan penguasa lalim kala itu, Hajjaj bin Yusuf, ibunya berututur:
"Pergilah! Tertebas dengan pedang dalam kemuliaan lebih utama daripada digebuk dengan cemeti dalam kehinaan.” ('Audatul Hijab oleh Muhammad bin Isamil II/136.)
Ucapan emas itu mampu memberikan darah keberanian baru bagi Abdullah. Keberaniannya meningkat tajam, keteguhannya semakin membaja, dan tekadnya tak terbendung lagi. Ia tetap mempertahankan kebenaran, menjaga dan memelihara warisan utama Islam, Kitabullah dan Sunnah Rasul, dari pengotoran yang dilakukan orang-orang fasik, seperti Hajjaj bin Yusuf dan bala tentaranya.
Akhirnya, Abdullah bin al-Zubair gugur sebagai syahid, insyaallah. Ia meninggal tepat di depan Ka'bah, setelah dihujani dengan tembakan minzaniq (sejenis meriam kuno, berpeluru batu). Ia terlahir dari seorang ibu yang agung: Asma binti Abu Bakar. Ternyata, peran seorang ibu bukanlah main-main.
Abdurrahman bin Maghra' al-Dausi menceritakan, "Ketika orang-orang sudah berkumpul di tanah al-Qadisiyyah, Khansa binti Amru al-Nakha'iyah memanggil keempat anaknya. Ia berkata, "Wahai putra-putraku. Sesungguhnya kalian telah menjadi muslim yang taat. Kalian telah berhijrah. Demi Allah, tidak ada tempat di bumi ini yang tidak menyenangkan bagi kalian. Bukankah kalian tidak pernah dibuat susah oleh paceklik? Dan, alhamdulillah,  kalian juga tidak pernah memiliki rasa tamak. Demi Allah, tiada sesembahan yang berhak diibadahi melainkan Dia, sesungguhnya kalian adalah putra dari seorang lelaki, anak dari seorang ibu. Aku tidak pernah berkhianat kepada ayah kalian dan tidak pernah menjelek-jelekkan paman kalian. Aku juga tidak pernah mengubah nasab kalian, merusak kehormatan kalian, atau merampas milik kalian. Bila datang hari esok, insyaallah, berangkatlah memerangi musuh kalian dengan memohon pertolongan Allah dan terus memohon petunjuknya. Apabila kalian telah menyaksikan perang mulai berkecamuk dan kapak peperangan telah dipukulkan, majulah dengan penuh semangat dan hantamlah pasukan musuh. Kalian akan menang dengan membawa harta rampasan dan keselamatan, juga kejayaan dan kemuliaan di hari yang kekal abadi.”
Putra-putra sejati itupun undur dari sang ibu yang agung,  menaati perintahnya dengan penuh kesadaran. Ketika telah berhadapan dengan musuh, putranya yang sulung sudah bersiap diri sembari melantunkan syair,
"Wahai saudaraku! Sesungguhnya seorang wanita tua  telah mengobarkan semangat kita dengan nasihatnya tadi malam,
Nasihat yang sangat jelas dan gamblang. Oleh sebab itu  bersiaplah menyambut perang dan gigitan musuh yang tajam.
Yang akan kalian jumpai dari rejim Sasan kala perang berkecamuk adalah anjing-anjing yang menggonggong belaka.
Mereka yakin bahwa kalian telah kesusahan,  maka kalian pun ada di antara hidup yang baik atau mendapat rampasan perang dan laba."
Anak kedua pun menyambutnya,
"Demi Allah, kami tidak akan mendurhakai wanita tua itu sedikitpun, karena ia telah menyuruh kita dengan penuh cinta dan kasihnya.
Juga dengan kebaikannya, dengan sikap jujur dan penuh kelembutan,maka kita hadapi taring-taring musuh yang tajam meski dengan melata.
Rejim Kisra pasti dapat kita hadang sepenuhnya dan dapat kita kuliti kebobrokannya hingga kehormatan kita terjaga.
Kami menganggap bahwa teledor menghadapi mereka adalah kelemahan, sementara membunuh mereka adalah kehormatan dan tradisi yang patut dijaga."
Anak yang nomor tiga,  dengan semangat berkobar meningkahi,
"Kalian bukanlah milik Khansa, bukan milik Akram,bukan pula milik Amru sang pemilik kehormatan yang sudah lama,
Kalau kalian tidak menyambut mereka, maka akan datang kaum Ajam yang mengumpulkan kekuatan seperti pemimpin Sasan, Rustum namanya.
Dengan segala puji, pertempuran nanti adalah bak raja hutan,   berlangsung mencekam laksana lautan luas.
Demi untuk kemenangan yang dekat dan harta rampasan atau untuk kehidupan di jalan terhormat dan kejayaan dengan bagian yang amat pantas."
Anak keempat pun tak mau kalah,
"Sesungguhnya sang wanita tua itu bertekad kuat dan tangguh,   juga berpandangan tajam serta punya pendapat yang mengena.
Dialah yang memerintahkan kita untuk selalu benar dan di atas kebenaran, sebagai nasihat darinya dan kebaikan untuk anaknya.
Maka hendaknya kita berperang untuk mengembangkan generasi nanti, baik untuk memperoleh kemenangan atau menguasai jagat raya.
Atau mungkin mati untuk yang abadi,   lalu masuk surga Firdaus untuk hidup senang selama-lamanya."
Mereka lalu berperang bersama, sehingga Allah memberi kemenangan kepada kaum muslimin. Akhirnya mereka juga memperoleh harta rampasan sebanyak dua ribu dirham. Lantas dibawanya dan dihaturkan ke pangkuan sang ibu, untuk kemudian dibagikan kepada mereka secara merata. Tak seorang pun yang terzhalimi haknya, satu dirham pun.” (Siyaru A'lamin Nubala' I/460)
Saat panggilan perang kembali bergema, Khansa kembali mengumpulkan putra-putranya. Tampaknya, hari itu akan menjadi hari yang lain bagi mereka semua. Memang demikianlah kenyataan yang kemudian terjadi. Hari itu memunculkan sejarah yang semakin menunjukkan keagungan seorang bunda, Khansa, dan kepatuhan para putra sejati. Dilepasnya kepergian putranya dengan wejangan yang sama.
Saat berita kematian mereka tiba,  Khansa tidak terkejut. Dengan teguh ia berucap, "Segala puja dan puji hanya milik Allah yang telah memuliakan diriku dengan kematian mereka. Aku berharap kepada Allah agar aku dikumpulkan bersama mereka di tempat yang penuh rahmat, kelak.” (Al-Istihab karya Abdul Bir IV/297 dan Al-Ishabah VII/ 615-616)
Itulah Khansa yang pemberani dengan putra-putranya taat dan patuh. Peran seorang ibu dalam kehidupan anaknya memang teramat besar dan agung. Jiwanya bersemayam di hati anaknya. Pernahkah kita durhaka kepada sang ibu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar