SOLUSI ILAHI MERAIH REZEKI
Tidak sedikit manusia menjadi
bingung dan stres saat rezeki semakin menyempit. Di tengah beban hidup
yang semakin menghimpit, ada pula yang bunuh diri tak kuasa menahan
derita.
Begitu menakutkannya bahaya kemiskinan dan kemelaratan,
harta pun diburu tanpa memperhatikan rambu-rambu. Bekal akhirat pun
dilupakan, mencari harta dengan cara-cara kotor sekalipun. Padahal hal
demikian tidak akan membawa berkah, bahkan harus dibayar dengan adzab
akhirat.
Jika saja manusia mau menyibak petunjuk ilahi untuk
meraih rezeki segalanya begitu indah dan terang, laksana matahari dhuha
tanpa remang tanpa awan. Semua menjanjikan ketenangan, kedamaian, dan
kebahagiaan selama di dunia lebih-lebih di akhirat kelak.
Di antara petunjuk-petunjuk tersebut adalah:
Pertama, Takwa kepada Allah Subhanahu wa ta'ala
وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا {2} وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لاَيَحْتَسِبُ
“Barangsiapa
yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke
luar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.”
(Al-Thalaq: 2-3)
Ayat ini turun berkenaan dengan sebuah
kejadian yang menimpa sahabat Auf bin Malik al-Asyja’i. Anak
laki-lakinya ditawan oleh kaum musyrikin, sementara dia dalam keadaan
fakir. Lalu dia mengadu kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dia diperintah untuk
bersabar dan bertakwa kepada Allah dan memperbanyak dzikir “la haula wa
la quwwata illa billah.” Tidak berselang lama, pada suatu malam anaknya
berhasil lolos bahkan berhasil melarikan binatang ternak milik kaum
musyrikin dalam jumlah yang cukup banyak. Kemudian turunlah ayat di
atas. Al-Syaukani berkata, ”Banyak hadits menguatkan hadits di atas.”
Ayat
di atas memberi faedah sangat jelas bahwa dengan bertakwa jalan keluar
dari problem yang menimpa akan dibentangkan oleh Allah, rezeki pun akan
diberikan dari arah yang tak terduga sebelumnya. Sebagaimana kasus yang
dialami sahabat Auf bin Malik. Hanya saja adakalanya Allah menunda
rezeki sebagai ujian bagi seorang hamba apakah dia tetap istiqamah atau
tidak. Karena itu seseorang harus sabar dan yakin bahwa janji Allah
pasti benar dan jangan terburu-buru sebagaimana diisyaratkan dalam
sebuah hadits,
يُسْتَجَابُ لِأَحَدِكُمْ مَا لَمْ يَعْجَلْ
“Akan
dikabulkan untuk salah seorang di antara kalian sesuatu yang tidak
disertai ketergesa-gesaan.” )Shahih al-Bukhari no. 6340.)
Hal tersebut diulas oleh Syaikh Ibnu Utsaimin dalam Syarh Kitab Riyadhus Salihin bab Yaqin dan Tawakal.
Abu
Dzar berkisah, suatu malam Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
membaca ayat tersebut di muka dan terus mengulang-ulang sampai Abu Dzar
mengantuk, kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
يَا أَبَاذَرٍ لَوْ أَنَّ النَّاسَ كُلَّهُمْ أَخَذُوْا بِهَا لَكَفَتْهُمْ
“Wahai
Abu Dzar, seandainya setiap orang beramal dengan ayat tersebut sungguh
akan mencukupi bagi mereka.” ( Musnad Ahmad no. 21041.
Takwa
kepada Allah 'azza wa jalla" juga merupakan sebab makmurnya suatu
bangsa. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-A’raf:96.
Di dalam surat al-Nahl Allah berfirman,
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً
“Barangsiapa
yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan
yang baik.” (Al-Nahl: 97)
Ayat ini, sebagaimana
dikatakan Ibnu Katsir, merupakan janji Allah bagi orang-orang yang
mengamalkan agamanya sesuai dengan al-Kitab dan al-Sunnah akan diberi
kehidupan yang indah dan serba mudah. Dimudahkan mendapatkan rezeki yang
halal, diberikan kebahagiaan, diberikan rasa qana’ah dan dimudahkan
untuk bisa mengamalkan ketaatan. Di hari kiamat kelak amal-amal
shalihnya akan diberi ganjaran oleh Allah Tabaaraka wa ta'ala dengan
sempurna. Disebutkan sebuah hadits,
إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ الْمُؤْمِنَ حَسَنَةً يُعْطَى عَلَيْهَا فِي الدُّنْيَا وَيُثَابُ عَلَيْهَا فِي الْآخِرَةِ
“Sesungguhnya
Allah tidak menzhalimi orang mukmin, kebaikan akan diberikan kepadanya
diakhirat sementara pahala akan diberikan di akhirat.” ( Musnad Ahmad
no. 11828.)
Kedua, Tawakal yang Menyertai Usaha
Di antara sebab terbesar kemudahan seseorang meraih rezeki adalah rasa tawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya.
وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (Al-Thalaq:3)
Definisi
tawakal, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Rajab al-Hambali, adalah
pasrah sepenuh hati kepada Allah di saat mengupayakan sesuatu, meyakini
hanya Allah yang memberi, hanya Allah yang mencegah sesuatu, hanya Allah
yang memberikan madharat, dan hanya Allah yang bisa memberikan
manfaat.” ( Jami’ul Ulum wal Hikam, hal. 628.)
Syaikh Abdur Rahman
al-Sa’di berkata tentang ayat di atas yakni barangsiapa memasrahkan
urusannya kepada Allah, maka Dia yang akan mencukupi perkara yang
dipasrahkannya. Jika suatu perkara berada dalam tanggungan Allah, Yang
Maha Kaya, Maha Kuat, dan Perkasa, maka perkara tersebut menjadi sangat
dekat bagi seorang hamba, namun adakalanya Allah menundanya pada saat
yang tepat, berdasarkan hikmah yang hanya diketahui Allah Subhanahu wa
ta'ala.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan
gambaran indah tentang orang-orang yang betul-betul bertawakal kepada
Allah dalam sebuah haditsnya,
لَوْ أَنَّكُمْ
تَتَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا
يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا
“Seandainya
kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenarnya, sungguh akan
dianugerahkan kepada kalian rezeki sebagaimana burung yang pergi di pagi
hari dan pulang di sore hari.” ( Musnad Ahmad no. 205.)
Al-Imam
Ibnu Rajab berkata, “Hadits ini menunjukkan bahwa ditimpakannya krisis
rezeki pada manusia adalah dikarenakan minimnya rasa tawakal yang
sebenar-benarnya. Hati dan fisik mereka hanya berkutat pada sebab-sebab
lahiriah belaka. Oleh karenanya walaupun telah memporsir diri dan
berupaya maksimal untuk meraih rezeki, mereka hanya mendapatkan rezeki
alakadarnya. Jika saja mereka mau bertawakal dengan sebenar-benarnya
niscaya Allah akan menggiring rezeki mereka, walaupun hanya melakukan
sebab yang sepele. Hal ini sebagaimana Allah memberikan rezeki pada
burung, walaupun hanya dengan pergi di waktu pagi hari dan pulang di
sore hari. ( Jami’ul Ulum wal Hikam, hal. 632.)
Tawakal,
sebagaimana dijelaskan oleh para ulama, tidaklah berarti meniadakan
usaha, bahkan berusaha untuk mencari penghasilan merupakan perintah dari
Allah Ta'ala, sebagaimana firman-Nya,
فَإِذَا قُضِيَتْ
الصَّلاَةُ فَانتَشِرُوا فِي الأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ
وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Dan
jika Shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah di muka bumi dan
carilah karunia dari Allah, dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya,
moga-moga kalian beruntung.” (Al-Jum’ah:10)
Al-Imam
Ibnu Qudamah berkata, “Sebagian orang menduga bahwa makna tawakal adalah
dengan tidak bekerja dan tanpa memikirkan pekerjaan, cukup dengan
menjatuhkan diri di atas tanah bagai secarik kain atau seonggok daging
yang jatuh. Ini merupakan persangkaan orang-orang bodoh. Justru tawakal
seperti itu diharamkan di dalam syari’at.” ( Mukhtashar Minhajil
Qashidin, hal. 330.)
Ketiga, Selalu Memperbanyak Istighfar
Istighfar
bukan hanya menghapus dosa, akan tetapi sekaligus membuka pintu-pintu
rezeki, sebagaimana firman Allah 'Azza wa jalla tentang seruan Nabi Nuh
kepada kaumnya.
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ
إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا * يُرْسِلْ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا *
وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ
وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا
“Maka aku katakan kepada
mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha
Pengampun-, Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat,
Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan Mengadakan untukmu
kebun-kebun dan Mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.”
(Nuh:10-12)
Al-Iman al-Qurthubi berkata tentang ayat di
atas, “Ayat ini merupakan dalil bahwasanya istighfar dapat menyebabkan
turunnya rezeki dan hujan. Ibnu Shabih berkata, ada seseorang mengadu
kepada al-Hasan tentang kemarau yang berkepanjangan, maka beliau berkata
kepada orang tersebut, perbanyaklah istighfar kepada Allah. Ada orang
lagi mengadu pada beliau perihal kefakiran yang menimpanya, maka beliau
berkata perbanyaklah istighfar kepada Allah. Ada orang lain lagi datang
kepada beliau seraya berkata, doakanlah saya agar dikaruniai anak,
beliau pun berkata kepadanya perbanyaklah istighfar. Ada orang lain lagi
datang kepada beliau mengadukan tentang kebunnya yang gersang beliau
pun berkata, perbanyaklah istighfar. Kemudian beliau membaca ayat di
atas.” ( Tafsir al-Qurthubi.)
Al-Iman al-Qurthubi berkata,
“Permohonan istighfar harus diiringi dengan ikhlas dan berhenti dari
melakukan dosa-dosa, dua hal tersebut merupakan pokok dikabulkanya doa.”
Keempat, Memperbanyak Doa.
Allah
Subhanahu wa ta'ala di dalam al-Quran memerintahkan kepada hambanya
agar berdoa kepada-Nya dan menjanjikan untuk mengabulkan doa hambanya,
sebagaimana firman-Nya,
وَقَالَ رَبُّكُمْ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
“Dan berkata Rabb kalian, berdoalah kepada-Ku niscaya Aku kabulkan.” (Ghafir:60)
Al-Imam
Ibnu Qayyim berkata, “Doa merupakan sebab terkuat untuk mendapatkan
yang diidamkan dan menghindari dari sesuatu yang tidak disukai.” (
Al-Jawabul Kafi, hal. 9.)
Di antara doa yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا
“Ya,
Allah! Sungguh aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang
baik dan amal yang diterima.” ( Sunan Ibni Majah no. 925)
رَبّ اغْفِرْ لِيْ وَارْحَمْنِيْ وَاهْدِنِيْ وَعَافِنِيْ وَارْزُقْنِيْ
“Wahai, Rabbku! Rahmatilah aku, tunjuki aku, maafkan aku, dan karuniakan rezeki kepadaku.”
Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam juga mengajarkan doa agar terhindar dari
kefakiran dengan membaca pada saat pagi dan petang hari:
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْكُفْرِ وَالْفَقْرِ وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ
“Ya,
Allah! Sungguh aku berlindung kepada-Mu dari sifat kufur dan fakir, aku
juga berlindung kepada-Mu dari adzab kubur, tidak sesembahan yang
berhak diibadahi selain Engkau!”
Fatwa Syaikh Ibnu Baz
Seseorang bertanya kepada beliau tentang tafsir ayat,
وَمَا
مِنْ دَابَّةٍ فِي الأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ
مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
“Dan
tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang
memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan
tempat penyimpanannya. semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh
Mahfuzh).” (Hud:6)
Jika Allah telah menanggung rezeki hambanya kenapa bisa terjadi kelaparan di sebagian negeri Afrika?
Beliau
menjawab, “Tafsiran ayat tersebut sebagaimana lafal lahiriahnya. Apa
yang Allah takdirkan berupa penderitaan dan kelaparan tidak akan
memberikan Madharrat kecuali terhadap orang yang memang telah sampai
pada ajalnya dan berakhir rezekinya. Adapun orang yang masih tersisa
ketentuan hidup baginya, maka Allah akan menggiring rezeki kepadanya
dari jalan-jalan yang banyak. Terkadang seseorang mengetahui jalan
tersebut, terkadang tidak mengetahuinya. Hal ini juga didasarkan pada
firman Allah Ta'ala,
وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا {2} وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لاَيَحْتَسِبُ
“Barangsiapa
yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke
luar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.”
(Al-Thalaq: 2-3)
Selain itu berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam,
لاَ تَمُوتُ نَفْسٌ حَتَّى تَسْتَكْمِلُ رِزْقَهَا وَ أَجَلَهَا
“Satu jiwa tidak akan mati hingga sempurnalah jatah rezeki dan ajalnya.”
Terkadang
seseorang dihukum dengan kefakiran dan terhalangnya rezeki disebabkan
perbuatan yang telah dilakukannya, berupa kemalasan dan tidak mau
mengupayakan sebab-sebab yang telah digariskan oleh Allah atasnya atau
karena maksiat yang dilakukannya, sebagaimana disebutkan dalam firman
Allah Ta'ala,
مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنْ
اللَّهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ وَأَرْسَلْنَاكَ
لِلنَّاسِ رَسُولاً وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا
“Apa saja
nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang
menimpamu, Maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi
Rasul kepada segenap manusia. dan cukuplah Allah menjadi saksi.”
(Al-Nisa:79)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda dalam hadits sahih,
Terkadang
Allah menimpakan kefakiran penyakit dan musibah kepada seseorang dalam
rangka untuk menguji rasa syukurnya dan kesabarannya berdasarkan
firman-Nya,
وَبَلَوْنَاهُمْ بِالْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Dan
Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang
buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran).” (Al-A'raf:168) (
Majmu’Fatwa Syaikh Ibnu Baz juz 1 hal. 386)
PENUTUP
Siapapun
yang terhimpit ragam masalah terasa serba resah dan susah kemudian
merindukan hidup mudah dan bahagia. Hendaklah berdoa dan menangis di
hadapan-Nya dan menyucikan jiwa dengan air istighfar, menghiasi diri
dengan mutiara ilmu dan amal dibarengi ikhtiar maksimal insyaAllah
problemnya akan terjawab. Bahagia akan direngkuh dan tak ada dalam hidup
kecuali gampang dan mudah. Allah dan rasul-Nya tidak pernah berdusta,
hanya manusialah yang kurang sabar dan setengah percaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar